Pernikahan adalah penyatuan
tujuan dan pandangan dari dua pribadi yang berbeda. Perbedaan bisa berupa sosial,
hobbi, profesi, suku dan bahkan agama. Tetapi kemudian akan disepahamkan
sejalan dengan adanya rumah tangga baru. Pernikahan itu sakral dan hanya
terjadi sekali seumur hidup. Begitulah yang pernah diajarkan ibu saya.
Suatu proses penyatuan tentunya
tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Tidak semanis janji saat masa
pacaran dan bahkan tidak akan semulus mengikrarkan janji nikah di hadapan
penghulu. Tidak ada pernikahan tanpa persoalan. Namanya penyatuan dua hal yang
berbeda akan menemui kerikil-kerikil yang berbeda-beda besarnya, tergantung dua
orang yang ingin memperkecil masalah ataupun memperbesarnya. Pernikahan
seyogyanya adalah meredam ego dan sifat individualistis. Ibarat proyek duet
dalam suatu lagu, maka suami-istri harus saling mengerti dan berlaku sesuai
porsi dan peran masing-masing. Tetapi sangat banyak proses penyatuan ini
terbilang gagal dalam kehidupan sehari-hari. Sudah bukan hal baru lagi
pernikahan yang berakhir di usia yang baru bulanan, ataupun 1 tahun dan ada
juga yang justru berakhir setelah sudah puluhan tahun membangun bahtera rumah
tangga. Perceraian terjadi dari berbagai macam usia dengan alasan yang konyol
pula.
Ini hanyalah sudut pandang dari
seorang anak muda yang tentunya belum menikah. Saya tertarik menulis artikel
ini hanya sebagai suatu kesan di tengah ironisnya kelangkaan buku nikah di
tengah banyaknya kasus perceraian. Selain itu mungkin bisa juga sebagai salah
satu pelajaran untuk anak muda agar tidak menikah secara terburu-buru tanpa
memikirkan buntut panjang banyaknya masalah yang akan dihadapi di depan.
Berkaca dari kasus perceraian
selebritis, tentunya menjadi sorotan tersendiri karena wara-wiri di layar
televise maupun media online yang seakan memaksa kita untuk mengetahui
beritanya. Perceraian selebritis sepertinya sudah menjadi trend tersendiri di
dunia showbiz. Pernikahan yang sudah lama ternyata bukan menjadi jaminan keharmonisan
sebuah rumah tangga, lihat saja kasus perceraian Lidya Kandau dan Jamal Mirdad.
Pernikahan puluhan tahun ini dibangun dengan perbedaan yang mendasar dari
manusia, yakni agama. Walau banyak yang menduga akan berakhir takkan lama
setelah pernikahan, ternyata pernikahan itu berlangsung selama puluhan tahun.
Jauh dari gossip buruk tetapi tetap saja diakhiri dengan perceraian. Alasannya
ada “sesuatu” yang tidak bisa dijelaskan, begitu kata pasangan ini. Berikut
kasus perceraian Anang- Kris Dayanti, selama pernikahannya lumayan jauh dari
gossip pertengkaran, tetapi pada akhirnya bercerai juga, kasus orang
ketiga,yang menjadi pusat permasalahan rumah tangga yang kandas ini. Ada juga
kasus perceraian Maia-Ahmad Dhani yang disebabkan adanya orang ketiga dan ketidaksepahaman
masing-masing pihak.
Kasus di atas mungkin kategori
yang masih menghargai janji atau ikrar yang diucapkan ketika menikah setidaknya
masih mempertahankan pernikahan selama itu. Berarti masih ada
pertanggungjawaban pribadi. Kemudian kasus pernikahan kilat seperti yang sering
dilakukan Dewi Perssik, Titi DJ dan yang lainnya. Berlangsung hanya beberapa
bulan, tanpa malu muncul juga di media dengan beberapa kali menitikkan air mata
saat diwawancara di acara talkshow. Alasannya sama juga tidak cocok lagi.
Sepertinya kategori ini akan memiliki member baru seperti yang lagi hangat
diperbincangkan saat ini, yakni perceraian comedian Rina Nose. Dia tiba-tiba
muncul denagn kasus perceraian dengan suaminya yang baru hitungan bulan,
alasannya lagi-lagi adalah ketidakcocokan. Kemudia Ayu ting ting yang merasa
ditalak oleh suaminya yang baru saja menikahinya beberapa bulan lalu. Alasan
pertama tidak diadakannya resepsi berbuntut ke sejumlah perempuan yang menjadi
korban cinta kilat suami Ayu Ting ting!
Di atas mungkin hanya sekelumit
kisah perceraian atau saya menyebutnya pengkhianatan pernikahan yang dilakukan
oleh manusia. Mungkin beberapa kasus itu adalah akhir yang terbaik atau
terburuk buat mereka. Tidak ada hukum negara yang secara gamblang melarang perceraian.
Itu semua kembali lagi kepada pihak yang meninginkannya. Hanya saja, sebagai
pemirsa yang sekaligus menjadi pengamat kehidupan social ini, masyarakat merasa
muak dengan alasan perceraian yang mereka sebutkan. Pada intinya alasannya
adalah ketidak cocokan. Untuk kasus orang ketiga bisa dipahami. Tetapi jika
ketidak cocokan menjadi alasan, sepertinya terlambat mengatakannya. Itu
menandakan kurangnya pengenalan dan pengertian. Di sinilah mungkin muncul rasa
egois yang tinggi sampai harus mengucapkan talak.
Pernikahan bukan hanya sekedar
hidup bersama secara jasmani. Mencukupkan kebutuhan daging ataupun nafsu
jasmaniah. Inilah mungkin yang sering terlupakan dari mereka. Upacara yang
sakral ini juga bukan sekedar mengenal berapa isi dompet dari calon pasangan.
Tetapi perlu pendekatan serius terhadap pribadi pasangan dan juga keluarga
besarnya. Salah satu hal penting, keterlibatan keluarga besar pasti sangat
dibutuhkan demi keutuhan suatu pernikahan.
Tentunya artikel ini hanya
pandangan saya berdasarkan kaca mata bujangan yang belum berpengalaman alias
belum teruji. Namun demikian semoga saja mereka yang akan menikah telah
memikirkan matang-matang dalam artian telah mengenal secara utuh pasangannya,
keluarganya dan adat/kebiasaan dari pasangannya. Supaya tidak terkejut ketika
menikah. Tentunya jangan lupa berdoa dahulu sebelum memastikan pilihan kita
untuk menjadi pasangan hidup selamanya. Ingat buku nikah sudah langka, jadi
harus hemat menikah! Sekali seumur hidup! Amin. J
No comments:
Post a Comment