Aksi Polantas di Jalan Raya/kompas.com |
Kemacetan memang sudah menjadi persoalan klasik yang sejak
lama menjadi salah satu faktor ketidaknyamanan di Ibukota. Seiring perkembangan
zaman, Jakarta sebagai kota sentral pembangunan di Indonesia begitu dinamis dan
selalu berubah mengikuti tren. Sebagai salah satu kota metropolitan, Jakarta begitu
padat dengan manusia diikuti segala aktivitasnya. Pembangunan Infrastruktur pun
tak henti-hentinya dicanangkan. Sebagai pusat ekonomi, berbagai perusahaan domestik
hingga luar negeri seakan berlomba untuk memiliki perkantoran di ibukota. Padatnya
pembangunan infrastruktur ditambah penghuni Jakarta yang selalu bertambah
membuat Ibukota terasa sempit dan sesak. Belum lagi kepemilikan angkutan
pribadi yang begitu mudah di Negara ini semakin memperburuk wajah lalu lintas
di Jakarta. Sudah sesak dengan gedung-gedung yang tidak berhenti
pembangunannya, lalu lintas masih dipenuhi beraneka ragam mobil, bus kota,
Kopaja, Trans Jakarta, sepeda motor dan masih banyak lagi. Alhasil mobilitas menjadi
sangat susah, Kemacetan semakin lama semakin buruk saja. Simpul-simpul
kemacetan tak hanya di titik-titik tertentu saja, namun sudah mengepung di
sepanjang jalan ketika jam sibuk (Pagi dan sore hari). Polisi lalu lintas
sebagai hakim yang bertanggungjawab menertibkan lalu lintas belakangan menjadi
bulan-bulanan objek yang disalahkan akan ketidaknyamanan ini. Di lain pihak
masyarakat pengguna jalan justru memilih bungkam dan menerima keadaan Jakarta
yang dianggap sebagai imbas dari kemajuan Zaman. Akhirnya kemacetan jadi
dianggap tradisi yang tidak akan pernah mendapat solusi.
Berbicara mengenai Solusi, sebenarnya bukan sedikit kebijakan
yang telah dibuat untuk menerangi persoalan kemacetan Jakarta. Sebut saja,
barisan Polantas yang siaga di berbagai pos di jalan-jalan yang rawan macet dan
kecelakaan. Ada pula NTMC Polri yang menjadi pusat kendali informasi lalu litas
untuk memonitoring sejumlah titik-titik rawan dengan secara real time
mengakumulasi data dari CCTV yang di
pasang di titik tersebut. Dengan berintegrasi kepada Polri, Kementerian
Pekerjaan Umum, Perhubungan, Perindustrian dan Riset & Teknologi, NTMC
tentu saja seharusnya mampu memberikan data akurat tentang kondisi jalanan yang
bisa digunakan untuk antisipasi persoalan lalu lintas. Bahkan dari Pemerintah
sendiri telah mencanangkan busway terintegrasi TransJakarta dengan kualitas yang nyaman dan memiliki jalur
tersendiri agar terbebas dari kemacetan guna menjadikannya alternative utama
masyarakat dalam bepergian. Sayang semua itu tak cukup untuk membendung
kemacetan di Ibukota. Apa kelemahannya? Apa kebijakan-kebijakan ini memang
benar-benar tidak memiliki kelebihan yang harusnya solutif?
Jawaban dari pertanyaan ini seharusnya Solutif. Kurang brilian
apa layanan NTMC, siaga polisi di pos-pos hingga penyediaan layanan
transportasi massa yang nyaman dengan jalur pribadi. Tetapi kembali lagi,
apakah kebijakan ini dilakukan maksimal? Layanan Trans Jakarta misalnya, apa
mampu menjawab kebutuhan transportasi warga yang selalu terkejar waktu? Apa bebas
dari kemacetan dan jalurnya benar-benar dipatuhi? Nah ini yang perlu dibenahi
dan ditegaskan kembali. Ketika transportasi massa sudah menjadi pilihan utama,
maka Polisi mungkin akan lebih ringan tugasnya karena volume mobil pribadi
hingga motor di jalan raya akan berkurang. Hal kecil yang juga mungkin bisa
diterapkan adalah dengan tidak mengizinkan anak sekolah menyetir sendiri ke
sekolahnya. Sehingga sedikit lebih mengurangi volume kendaraan di jalan raya. Alternative
lain dengan mengundi jam terbang pengguna mobil pribadi di jalan raya. Sebut saja,
dengan mengkotak-kotakkan kendaraan yang bisa keluar di hari hari tertentu
berdasarkan warna atau tipe. Dengan menaikkan pajak kepemilikan kendaraan
pribadi juga akan ampuh untuk masyarakat mempertimbangkan sebelum membeli
kendaraan pribadi. Jika BBM naik, masyarakat protes maka tidak akan berlaku
bila pajak kepemilikan kendaraan pribadi dilakukan.
Jika tidak, populasi masyarakat yang lebih memilih memiliki
alat transportasi pribadi akan terus meningkat. Belum lagi, prosedur pembelian
mobil di Indonesia begitu mudah asal memiliki Uang saja maka bisa memiliki
berapa mobilpun tanpa batasan. Tak heran, perusahaan otomotif berlomba ekspansi
bisnis di Negara ini. Jadinya kemacetan ini berakar dari dulu, Transportasi
massa tak bisa diandalkan akhirnya masyarakat berlomba membeli alat
transportasi pribadi, perusahaan otomotif berlomba menjual produk di Indonesia
dengan harga terjangkau, Jalanan pun sesak dan peraturan pemerintah hanya ‘angin
lalu’. Semua berlomba cepat dan saling adu keras di jalanan. Jadilah Lalu
lintas tak hanya macet namun kadang menimbulkan perkelahian. Poinnya adalah
kesadaran masyarakat juga menjadi faktor aktif yang harusnya mampu mengurangi
kemacetan. Buruknya, hingga sekarang masyarakat pengguna jalan raya lebih
sering merasa ‘masa bodoh’ dengan kemacetan tersebut. Hingga tak ada
perkembangan positif dari persoalan lalu lintas Jakarta.
Di sinilah perlu peranan polisi untuk tidak hanya mengawasi
namun mampu merangkul dan mengedukasi para pengguna jalan. Dimulai dari
penerbitan SIM (Surat Izin Mengemudi) yang menjadi wewenang Kepolisian. Sebagai
pemeberi ijin menggunakan jalan raya, Polisi harus benar-benar mengasah pengetahuan
hingga mental calon pengemudi. Jangan dengan mudah memberikan SIM hanya dengan
pertimbangan skill. Tetapi harus
lulus pula secara mental. Sebelumnya Polisi juga mungkin perlu membuat aturan
keras mencabut SIM apabila pengguna tercatat malanggar lalu lintas atau
mengakibatkan kecelakaan. Sebagai hakim di jalanan, Polisi jangan hanya
memberikan tilang saja ketika menjumpai pelanggar lalu lintas. Namun perlu
mengumpulkan mereka untuk mengedukasinya di kantor agar jera dan tidak
mengulanginya lagi. Tak hanya hakim jalan raya, Polisi juga harus mampu
menciptakan citra pelopor ketertiban berlalulintas. Jadi tak kurang, Polantas
harus mampu memberikan training atau
pelatihan bagi para pelanggar lalu lintas.
Singkatnya, Polantas harus bisa tampil sebagai hero yang bisa diandalkan masyarakat.
Tak hanya sebagai pemberi kartu kuning
atau kartu merah, Polantas juga harus mampu turun tangan membantu
masyarakat ketika memerlukan bantuan sebut saja mobil/motor mogok di jalan
karena akan turut menyumbang kemacetan. Jadi jangan terlalu bersikap bossy dengan duduk di pos-pos dan
melihat saja. Dengan berhasil mengambil simpati masyarakat pengguna jalan, maka
polisi juga secara otomatis akan dipatuhi dan disegani bukan ditakuti. Di zaman
serba internet dan media sosial ini, polisi juga memungkinkan untuk mengadakan
kampanye massif demi ketertiban lalu lintas di media sosial pasti akan lebih
efektif. Intinya, Polisi harus bisa menjadi ‘hakim’ dan teman bagi pengguna
jalan. Dengan hubungan dan citra yang baik dengan masyarakat, kita percaya maka
masyarakat akan mendengar dan mematuhi apapun kebijakan Polantas untuk
ketertiban bersama. Dengan aksi-aksi tersebut Polisi akan menjadi sutradara
yang baik untuk menciptakan rekayasa lalu lintas yang tertib.
Ilustrasi Polantas/Liputan6.com |
Kemacetan Jakarta memang bukan persoalan mencari kambing
hitam. Siapa yang salah dan siapa yang seharusnya bertanggungjawab? Kemacetan lalu
lintas seyogyanyanya menjadi tugas bersama yang harus diatasi bersama pula.
Masyarakat menjadi objek yang diawasi seharusnya lebih sadar dan saling
mengingatkan apabila rekannya melanggar lalu lintas bukan malah mengikutinya. Semua
orang pasti ingin memanfaatkan waktunya dengan maksimal, tak ada satupun orang
yang ingin berlama-lama terjebak dalam kemacetan. Untuk itu masyarakat pengguna
jalan raya harus saling perduli dan meredam ego masing-masing. Selanjutnya Polisi
sebagai subjek yang mengawasi ketertiban lalu lintas harus mampu professional,
tegas dan humanis tentunya. Selain menghukum pelanggar, polisi harus tetap
membuat imejnya menjadi personal yang dekat dan ramah dengan masyarakat. Kita tahu
Polantas memang bukan manusia sempurna yang bisa mengatasi semuanya, kekuatan
mereka juga tentunya terbatas dalam mengatasi kemacetan. Namun bukan berarti
Polantas tak memiliki kekuatan atau power
dalam menertibkan jalan raya. Semoga saja Polantas semakin disegani dan mampu
menjadi hakim lalu lintas yang disegani dan dicintai oleh pengguna jalan raya. Selamat
Hari jadi ke-60 Polisi lalu lintas Indonesia. Jaya selalu sesuai slogan Polri: Menuju Indonesia tertib,Bersatu, keselamatan
Nomor Satu!
1 comment:
Semoga saja Polantas mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, bukan modus saja. Menarik pak..
Post a Comment